Konsep konsep Dasar Kesukubangsaan

Konsep-konsep Dasar Kesukubangsaan Kemajemukan Etnik di Indonesia Indonesia adalah salah satu negara dengan masyarakat majemuk dilihat dari berbagai sudut dan tingkat perkembangan kebudayaan.

Keanekaragaman kelompok etnik atau suku bangsa ini oleh bangsa Indonesia disadari sebagai modal nasionalisme yang diungkapkan dalam motto Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap bersatu.
suku di indonesia

Bagi dunia ilmu pengetahuan kelebihan yang dimiliki Indonesia ini merupakan obyek penelitian yang tidak terkira luasnya. Bangsa Indonesia memiliki mulai dari paroh bangsa yang masih hidup bersahaja lengkap dengan ciri-ciri kebudayaan eksotisnya,

sehingga cocok sebagai obyek penelitian ahli-ahli ilmu bangsa-bangsa klasik yang romantis, lalu paroh-paroh bangsa yang sedang gencar menyerap dan menghadang pengaruh kebudayaan luar yang bisa memacu mereka menuju kemajuan, sampai pada kelompok-kelompok elit dan kelompok-kelompok marginal di perkotaan sebagai obyek studi menarik bagi para ahli sosiologi, antropologi perkotaan, dan ahli ilmu-ilmu sosial lainnya.

Paroh bangsa Indonesia yang demikian banyak itu disebut secara populer "suku bangsa", atau dengan istilah akademis "kelompok etnik". Sebutan terakhir ini adalah terjemahan bebas dari istilah ethnic group yang digunakan oleh ahli antropologi Barat.

Konsep suku bangsa atau kelompok etnik mengandung arti paroh-paroh bangsa yang masing-masing memiliki corak kebudayaan yang khas. Kondisi keberagaman masyarakat Indonesia sendiri memang memerlukan pemakaian dan pengembangan konsep ini untuk menjelaskan fakta sosial dan kebu-dayaan yang ada.

Ilmu-ilmu sosial dan kebudayaan yang menjelaskan kehidupan manusia dan kebudayaan telah berkembang cukup lama di Indonesia. Ilmu antropologi yang dikembangkan oleh ahli-ahli dari kalangan bangsa Indonesia sendiri paling tidak telah tumbuh sejak sekitar 35 tahun yang lalu.

Namun, tampaknya belum melahirkan satu pun literatur yang benar-benar menujukkan keberagaman suku bangsa dan kebudayaan Indonesia. Lembaga HRAF (Human Relation Area Files) dari Yale University di Amerika yang memiliki data dari seantero dunia, paling banyak hanya mencatat sepertiga dari seluruh suku bangsa yang ada di Indonesia.

Usaha pencatatan kebudayaan suku bangsa yang dilakukan R. Kennedy (1950) misalnya belum menggambarkan kese-luruhan paroh bangsa Indonesia, walaupun pekeijaan tersebut kemudian dilanjutkan oleh F.M. Lebar (1972).

Sementara itu usaha Bapak Antropologi Indonesia, Koentjaraningrat (1969), memperkenalkan keberagaman suku bangsa di Indonesia dan seluruh dunia dengan Atlas Etnografi Sedunia yang diterbitkan awal tahun enam puluhan, masih terlalu sederhana untuk memuaskan rasa ingin tahu kita tentang kemajemukan masyarakat Indonesia.

Tapi tanpa kenal lelah Koentjaraningrat terus menulis, menyunting, dan akhirnya menerbitkan pula sebuah buku deskripsi umum mengenai beberapa suku bangsa dengan judul Manusia dtm Kebudayaan di Indonesia ( I 971).

Barulah gambaran itu menjadi sedikit lebih terang. Di lain pihak, pengetahuan kita tentang masyarakat dan kebudayaan di 1ndonesia dibuat gamblang oleh batasan administrasi yang lebih menekankan keseragaman "kedaerahan".

Sehingga masyarakat dan kebudayaan dari D.I. Aceh, misalnya, selalu muncul sebagai bauran kebudayaan suku bangsa yang tidak memiliki identitas kesukubangsaan aslinya. Padahal propinsi ini dihuni oleh sejumlah suku bangsa yang masing-masing memiliki identitas masyarakat dan kebudayaan sendiri-sendiri,

seperti suku bangsa Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk Jamek, Simeuleu, Kluet, dan suku bangsa minoritas yang disebut orang Gumbak Cadek. Daerah Sumatera Selatan sebagai contoh yang lain, bukan hanya terdiri dari orang Palembang, tetapi juga dihuni oleh sekitar 30 suku bangsa.

Propinsi Jawa Timur tidak seluruhnya dihuni oleh suku bangsa Jawa, tetapi juga oleh suku bangsa Madura, Tengger, dan Osing Propinsi Timor Timur tidak hanya didiami oleh suku bangsa belu atau Tetun, tetapi juga oleh orang Makasai, Mambai, Bunak, Fataluku atau Dagada, kemak, dan lebih dari sepuluh suku bangsa lainnya.

Keragaman masyarakat dan kebudayaan di daerah-daerah seperti itu perlu diangkat dan diketengahkan ke dalam sebuah sumber tertulis yang ringkas namun padat informasi.

Tujuannya bukan saja untuk memperjelas seberapa jauh kemajemukan masyarakat Indonesia dan menambah saling pengertian antara sesama bangsa Indonesia sehingga mempermudah integrasi nasional, serta membantu tugas perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, tetapi juga berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang manusia dan kebudayaan Indonesia.

Dari sumber bacaan tersebut dapat diketahui batasan-batasan ruang lingkup sosial-kebudayaan suku bangsa apa saja yang sudah dikembangkan orang ke dalam studi yang mendalam, mana yang masih diketengahkan dalam bentuk laporan jurnalistik, dan mana yang hanya tercatat namanya saja dan yang sama sekali belum diteliti secara mendalam.

Modal dasar bagi penulis untuk mendisain penelitian dan penyusunan ensiklopedi ini adalah pengalaman-pengalaman lapangan dan tersedianya banyak data mentah di sejumlah lembaga sosial-kebudayaan nasional.

Banyaknya kemungkinan untuk memperoleh bahan-bahan lain dari berbagai perpustakaan, baik di lingkungan resmi swasta dan pemerintah, maupun perpustakaan pribadi para handai tolan.

Di samping itu, perkembangan masyarakat dan kebudayaan Indonesia menuntut pula aktualisasi data yang hanya mungkin diperoleh dengan mengadakan studi lapangan secara bertahap.

Pekerjaan ini tidak mudah, tapi bagaimanapun telah terbantu antara lain oleh sejumlah bahan acuan hasil usaha tokoh-tokoh penjelajah kebudayaan Indonesia, seperti Kennedy, Lebar, Kruyt, Koentjaraningrat, Willer, Silzer, serta ahli-ahli lain dari dalam dan luar negeri yang telah membuat deskripsi mengenai suku bangsa tertentu di Indonesia.




Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Konsep konsep Dasar Kesukubangsaan "

Posting Komentar